Jumat, 07 Januari 2011

RUU Nikah Siri Mengaburkan UU no. 1 thn 1974 jo PP no. 9 thn 1975

ngunduh dari - iwandahnial.wordpress.com
ngunduh dari - iwandahnial.wordpress.com



Kalau RUU Nikah Siri dimaksudkan untuk membersihkan ” image tidak senonoh perbuatan beberapa pejabat pemerintah seperti kasus @Antasari ”,  maka pemerintah NKRI  telah melanggar ketentuan UU no. 1 tahun 1974 jo PP. no. 9 tahun 1975 jo Kompilasi Hukum Islam.
Sangat  tidak ethis  apabila kita mengesyahkan sebuah pelanggaran yang nyata-nyata dicerca oleh agama dan dalam norma-norma kehidupan bermasyarakat, menjadi sebuah tindakan yang  ditolerir “. Dengan demikian perbuatan ini terang-terangan telah melanggar tujuan dari UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia. Dan kalaupun isi RUU Nikah Siri itu untuk “  penekanan larangan nikah siri “  juga tidak perlu, oleh karena nikah siri sendiri bukan merupakan perkawinan yang dilindungi oleh peraturan, jadi untuk apa lagi kita membentuk sebuah peraturan pelanggaran !.
Dengan mengesyahkan ” ruu nikah siri ” sebagai peraturan yang dapat diterima dan diakui, maka pemerintah telah ” menjerumuskan arti perkawinan yang sakral kedalam lubang ketidak pastian  hukum ” .   Pernikahan siri terjadi karena situasi /  kondisi tertentu yang tidak bisa diterima oleh norma-norma sosial yang berlaku didalam masyarakat dan bertentangan dengan ketentuan yang ada.  Nikah siri tidak harus dilakukan oleh mereka yang sudah  ada dalam ikatan perkawinan tetapi juga bisa terjadi diantara  mereka yang belum menikah atau masih dibawah usia,  seperti tidak disetujui oleh kedua orang tua,   perbedaan prinsip / agama,  hamil diluar perkawinan dsb.  Nikah siri juga terjadi karena ” azas polygami tidak bisa ditembus “.
Pembentukan RUU Nikah Siri memang “  tidak komprehensif  , disini,
Negara NKRI sudah memiliki azas polygami lewat pasal 3 ayat 2 UU no. 1 tahun 1974.   Nikah Siri sebenarnya hanyalah pengesyahan azas polygami itu sendiri diluar izin / pengetahuan istri / suami yang dinikahi secara syah, dengan kata lain  ” melegalisir penolakan istri atau suami dari  pernikahan yang sebelumnya”.
Nikah siri ” tidak melindungi “  hak-hak hukum seorang istri atau suami nikah siri, dan anak-anak yang lahir didalamnya untuk mengambil bagian dalam ; 
- hak waris dari pernikahan yang syah menurut UU no. 1 tahun 1974, baik itu harta hibah yang menjadi harta bersama, harta gono-gini, harta yang berasal dari benda-benda bergerak lainnya, 
hak atas ” akta kelahiran , oleh karena akta lahir hanya dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bagi anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang syah, bagi anak-anak yang lahir dalam pernikahan siri berhak atas ” akta kenal lahir “  , demikian pula akta kenal lahir diberikan untuk anak-anak yang lahir diluar perkawinan.
-  perlindungan hukum baik itu pidana atau perdata dalam hal terjadinya tindakan pelanggaran KDRT dengan suami atau istri nikah siri, serta tindakan-tindakan pelanggaran hukum lainnya berikut anak-anak yang lahir didalam nikah siri, tidak bisa diberikan sesuai tuntutan mereka selayak pernikahan yang syah.  
Dengan memberikan legalisasi rencana undang-undang nikah siri disamping  lembaga perkawinan yang syah, maka peraturan ini akan mengaburkan ; 
a. dasar pengertian perkawinan sebagai lembaga yang sakral baik oleh Agama dan peraturan UU no. 1 tahun 1974 jo PP. no 9 tahun 1975 jo Kompilasi Hukum Islam,
b.  azas polygami yang ada  dalam perkawinan yang syah pada umumnya dan mereka sebagai PNS/Pegawai negeri Sipil.   
Dengan mengesyahkan RUU Nikah Siri maka terbuka situasi ;
1.  Para suami atau istri yang tidak menghormati perkawinan sebelumnya akan mencari bentuk lain daripada pernikahan yang terlarang,
2.  Tindakan semena-mena para suami atau istri terhadap keluarganya dalam hal ini terkait anak-anak,   
3.  Tetap merupakan dilema  pernikahan siri yang dilakukan oleh para ABG yang tidak mendapat persetujuan dari pihak orang tua, baik itu dikarenakan perbedaan prinsip / agama ataupun ketentuan-ketentuan sosial lainnya.    
Saya lagi khawatir saja bahwa RUU Nikah Siri yang sedang ramai-ramainya dibicarakan ini hanyalah usaha pemerintah untuk melindungi dan menutupi nama baik korps pemerintah oleh karena perbuatan tidak senonoh beberapa para pejabat dengan pernikahan siri yang akhirnya menjadi kasus nasional, seperti kasus @Antasari.  Dan kalaupun RUU ini benar-benar untuk menyapu tindakan para pejabat yang melanggar fungsinya, maka penerapannya harus tidak boleh pandang status seorang pejabat. Pembentukan sebuah rancangan undang-undang baik itu peraturan menteri atau keputusan presiden baiknya memperhatikan undang-undang terdahulu yang sudah ada, sehingga  dalam prakteknya tidak saling tumpang tindih.  Sayang sekali !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar